Baca juga yang ini Berikut Enam Jenis Ghibah Yang Diperbolehkan Dalam Islam
Oleh Ustadz Abu Sulaiman Aris Sugiyantoro
Mi-Media-Islam - Keberadaan
Kitab Barsanji Di Kalangan Kaum Muslimin.
Kitab ‘Iqdul Jauhar Fî
Maulid an-Nabiyyi al-Azhar’ atau yang terkenal dengan nama Maulid Barzanji, adalah
sebuah kitab yang sangat populer di kalangan dunia Islam, demikian juga di
negara kita Indonesia, terutama di kalangan para santri dan pondok-pondok
pesantren. Maka, tidak mengherankan jika di setiap rumah mereka terdapat kitab
Barzanji ini. Bahkan, sebagian di antara mereka sudah menghafalnya. Sudah
menjadi ritual di antara mereka untuk membacanya setiap malam Senin karena
meyakini adanya keutamaan dalam membacanya pada malam hari kelahiran Nabi
Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ada juga yang membacanya setiap malam
Jum’at karena mengharap keberkahan malam hari tersebut. Ada juga yang
membacanya setiap bulan sekali, dan ada juga pembacaan maulid barzanji ini pada
hari menjelang kelahiran sang bayi atau pada hari dicukur rambutnya. Sudah kita
ketahui bahwa mereka beramai-ramai membacanya dengan berjamaah kemudian berdiri
ketika dibacakan detik-detik kelahiran beliau. Hal ini mereka lakukan pada
perayaan maulid beliau pada tanggal 12 Rabi’ûl awwal. Mereka meyakini bahwa
dengan membaca barzanji ini mereka telah mengenang dan memuliakan Nabi Muhammad
Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sehingga mereka akan memperoleh ketentraman,
kedamaian dan keberkahan yang melimpah. Demikianlah cara mereka untuk
mewujudkan cinta sejati mereka kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
2. Kandungan Kitab Barsanji
Kitab ini mengandung sejarah
dan perjalanan hidup Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam secara singkat
mulai sejak beliau lahir, diangkat menjadi rasul, peristiwa hijrah dan pada
peperangan hingga wafat beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Namun, dalam
penyajiannya dipenuhi dengan lafadz-lafadz ghuluw dan pujian-pujian yang
melampaui batas kepada beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam, terlebih ketika
dibacakan masa-masa menjelang kelahiran beliau. Disebutkan bahwasanya binatang
melata milik orang Quraisy sibuk memperbincangkan kelahiran beliau dengan
bahasa Arab yang fasih’, bahwa Âsiah, Maryam binti Imran dan bidadari-bidadari
dari surga mendatangi ibu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yakni Aminah menjelang
kelahiran beliau, tanaman yang dulu kering, menjadi tumbuh dan bersemi kembali
setelah beliau lahir dan masih banyak lagi kemungkaran dalan barzanji ini,
bahkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam diberikan sebagian hak
rububiyah yang tidak layak diberikan kecuali hanya kepada Allah k semata. Semua
ini muncul karena sikap ghuluw atau ifrâth dari kelompok yang mengaku cinta
kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Padahal, sikap ghuluw adalah
sikap yang tercela dalam agama Islam dan merupakan sebab penyimpangan dan
jauhnya kaum Muslimin dari kebenaran yang sebelumnya telah menghancurkan umat
pendahulu kita. Allah Azza wa Jalla berfirman:
يَا أَهْلَ الْكِتَابِ لَا تَغْلُوا
فِي دِينِكُمْ وَلَا تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ إِلَّا الْحَقَّ
“Wahai ahli Kitab, janganlah
kamu melampaui batas dalam agamamu dan janganlah kamu mengatakan terhadap Allah
kecuali yang benar”. [An-Nisa/4 : 171]
Baca juga Artikel lainnya
Dari Umar bin Khathab
Radhiyallahu anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ تُطْرُوْنِيْ كَمَا أََطْرَتِ
النَّصَارَى ابْنَ مَرْيَمَ إِنَّمَا أَنَا عَبْدٌ فَقُوْلُوْا عَبْدُ اللهِ وَرَسُوْلُهُ
“Janganlah kalian
menyanjungku secara berlebihan, sebagaimana kaum Nashara menyanjung Isa bin
Maryam sesungguhnya aku adalah seorang hamba. Oleh karena itu katakanlah
tentang aku, “hamba Allah Azza wa Jalla dan rasul-Nya”.[HR Bukhâri dan Muslim]
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas
Radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِيَّاكُمْ وَاْلغُلُوُّ فَإِنَّمَا
أَهْلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ اْلغُلُوُّ
“Jauhilah sikap
berlebih-lebihan, karena orang-orang sebelum kalian hancur binasa karena sikap
berlebihan”. [HR Muslim]
Kitab Barasanji ini, serta
kitab-kitab yang semisalnya seperti maulid Diba’i dan al Burdah dijadikan
pegangan oleh para penyembah kubur dan pemuja para wali dan habib dalam rangka
mengenang dan membela pribadi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang
mulia. Hal ini telah dikatakan oleh pendahulu mereka, seorang tokoh Quburi
(pengagum kubur) yang hidup semasa dengan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah
rahimahullah, yaitu Nuruddin Ali bin Ya’kub yang terkenal dengan nama al Bakri
(673-724 H), dia berkata: “Aku sungguh khawatir atas mayoritas penduduk negeri
ini (keburukan akan menimpa mereka) dengan sebab mereka enggan untuk membela
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam“. Inilah dalih yang menjadi sandaran
untuk membenarkan kebid’ahan mereka.
Sedangkan pernyataan ini
telah dikupas dan dibantah oleh Syaikhul Islam dalam kitabnya al Istighâtsah fî
ar-radi ‘alal bakrî . Begitulah dalih mereka sejak dahulu hingga sekarang dalam
mengadakan acara maulid dan membaca barzanji atau semisalnya. Mereka membela
pribadi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan menganggap bahwa kaum
Wahabi tidak cinta kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Jelas, hal
ini merupakan kedustaan yang besar atas ahlus sunnah wal jama’ah, karena Ahlus
sunnah wal jama’ah adalah orang yang paling cinta kepada Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam namun kecintaan mereka berada di antara ifrâth (ghuluw) dan
tafrîth (meremehkan).
Dalam buku maulid barzanji
ini tidak dijumpai satu ayatpun dari Alqur`an dan juga tidak terdapat satu
kalimat pun dari sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Yang ada
hanyalah sîrah atau sejarah perjalanan hidup beliau yang tersaji dalam
untaian-untaian puisi sebagai sanjungan kepada Rasulullah Shallallahju ‘alaihi
wa sallam.
Kalau kita renungkan,
mengapa kaum Muslimin negeri kita sangat cinta membaca kitab Barzanji ini?
Mungkin di antara jawabannya adalah bahwa mereka hanya mengikuti tradisi dari
pendahulu-pendahulu mereka, sehingga mereka taklîd buta dalam hal ini.
Padahal mencintai Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bukan dengan membaca kitab Barzanji, tetapi
dengan mewujudkan syahâdat “Anna Muhammadan Rasulûllâh” dengan konsekuensi
membenarkan beritanya, mentaati perintahnya, menjauhi larangannya, dan tidak
beribadah kepada Allah Azza wa Jalla melainkan dengan syari’atkan beliau.
Inilah cinta sejati kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, yakni
dengan merealisasikan mutâba’ah (keteladanan) kepada beliau yang mulia dan
menerapkankan sunnah beliau dalam kehidupan sehari-hari.
Kemudian, bagaimana
sebenarnya sikap seorang muslim terhadap kitab Barzanji ini ? Dan bagaimana
dahulu salafus shâlih, para pendahulu kita yang mulia mencintai dan memuliakan
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ? Dan apakah yang mereka baca dan pelajari
dalam keseharian mereka? Apakah kitab Barzanji atau yang kitab yang lain?
Semoga pembahasan selanjutnya bisa memberikan jawabannya.
3. Para Sahabat Rasulullah
Shallallahu Alaihi Wa Sallam Adalah Generasi Terbaik
Para sahabat Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam, adalah orang-orang yang paling bersemangat dalam
kebaikan dan orang yang paling sempurna dalam mengikuti sunnah Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan mereka juga orang yang paling mencintai
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tidak ada satu riwayatpun dari
mereka, bahwa sepeninggal Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, mereka
berkumpul lalu membaca sîrah dan mengenang kehidupan beliau Shallallahu ‘alaihi
wa sallam yang mulia. Lau kâna khairan lasabaqûna ilaih; seandainya perbuatan
itu baik niscaya mereka telah mendahuhuli kita dalam mengamalkannya.
Demikian juga Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau tidak pernah membaca sîrah beliau
sendiri, tidak pernah mengajarkannya kepada para sahabat dan juga umatnya agar
membaca sîrah pada hari kelahiran beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Padahal, tidak ada satu kebaikan pun, melainkan telah ditunjukkan oleh
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan tidak ada satu keburukan pun
melainkan telah dilarang oleh beliau. Jadi, pembacaan maulid barzanji dan
maulid yang lain adalah bid’ah dhalâlah yang harus dijauhi oleh kaum muslimin.
Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
ماَ بَعَثَ اللهُ مِنْ نَبِيٍّ
إِلاَّ كَانَ حَقًّا عَلَيْهِ أَنْ يَدُلَّ أُمَّتَهُ عَلَى خَيْرٍ مَا يَعْلُمُهُ
لَهُمْ وَيُنْذِرُهُمْ شَرَّ مَا يَعْلَمُهُ لَهُمْ
“Tidaklah Allah mengutus
seorang Nabi melainkan dia berkewajiban untuk menunjukkan umatnya kepada
perkara terbaik yang dia ketahui untuk mereka, dan memberi peringatan atas
perkara jelek yang dia ketahui untuk mereka”. [HR Muslim]
Maka, pembacaan barzanji dan
yang semisalnya bukanlah merupakan suatu kebaikan yang ditunjukkan oleh beliau
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
4. Kebaikan Yang Hakiki
Hanya Ada Pada Ilmu Syar’i Yang Shahîh
Di antara tanda-tanda
kebaikan seseorang adalah jika dia difahamkan oleh Allah Azza wa Jalla tentang
agama Islam yang murni yang bersumber dari Alqur’ân dan Sunnah Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan pemahaman para sahabat beliau Shallallahu
‘alaihi wa sallam yang mulia.
Diriwayatkan dari Mu’awiyah
bin Sufyan, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ يُرِدِ الله ُبِهِ خَيْرًا
يُفَقِّهْهُ فِيْ الدِّيْنِ
“Barangsiapa yang
dikehendaki Allah k untuk mendapatkan kebaikan maka Dia (Allah) akan
memahamkannya dalam agama”.[HR Bukhâri]
Jadi, di antara tanda-tanda
seseorang akan mendapatkan kebaikan adalah dengan mempelajari ilmu agama yang
bersumber dari Alqur’ân dan hadits. Kemudian mengamalkan dan mendakwahkannya.
Kalau ditanyakan kepada
kebanyakan saudara kita, mengapa mereka asyik membaca kitab Barzanji? Mereka
pasti menjawab bahwa mereka hanya menginginkan kebaikan. Demikian juga para
pelaku bid’ah, mereka menginginkan kebaikan dalam mengamalkan bid’ahnya. Betapa
banyak orang yang menginginkan kebaikan, namun dia tidak mampu memperolehnya,
sebagaimana dikatakan oleh sahabat Ibnu Mas’ûd Radhiyallahu ‘anhu
5. Kewajiban Untuk Berpegang
Kepada Alqur’ân Dan As Sunnah
Allah Azza wa Jalla
berfirman:
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ
جَمِيعًا وَلا تَفَرَّقُوا
“Dan berpeganglah dengan
tali Allah Azza wa Jalla semuanya dan janganlah berpecah belah”. [Ali-Imrân:103]
Syaikh as-Sa’di berkata: ”
Agar mereka berpegang teguh dengan tali yang Allah Azza wa Jalla berikan. Dia
menjadikannya sebagai sebab antara mereka dan Dia, yaitu agama dan kitab-Nya.
Kemudian mereka bersatu di atasnya, tidak berpecah belah dan senantiasa seperti
itu hingga mereka mati.[2]
Alqur’ân dan as Sunnah
adalah pedoman hidup kita dalam beragama dan kunci keselamatan di dunia dan
akherat. Keduanya adalah jalan untuk meraih kebahagiaan yang abadi.
Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنِّيْ تَرَكْتُ فِيْكُمْ مَا
إِنْ تَمَسَّكْتُمْ بِهِ فَلَنْ تَضِلُوْا أَبَدًا : كِتَابَ اللهِ وَسُنَّةُ نَبِيِّهِ
“Sesungguhnya aku telah
tinggalkan pada kalian apabila kalian berpegang teguh dengannya, maka kalian
tidak akan tersesat selamanya; Kitâbullah dan Sunnah Nabi-Nya”. [HR Hâkim].
6. Keutamaan Membaca Dan
Mempelajari Alqur’ân Dan Sunnah
Allah Azza wa Jalla
berfirman:
إِنَّ الَّذِينَ يَتْلُونَ كِتَابَ
اللَّهِ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَأَنْفَقُوا مِمَّا رَزَقْنَاهُمْ سِرًّا وَعَلَانِيَةً
يَرْجُونَ تِجَارَةً لَنْ تَبُورَ﴿٢٩﴾لِيُوَفِّيَهُمْ أُجُورَهُمْ وَيَزِيدَهُمْ مِنْ
فَضْلِهِ ۚ إِنَّهُ غَفُورٌ شَكُورٌ
”Sesungguhnya orang-orang
yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan
sebahagian dari rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan
terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi.
Agar Allah k menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan menambah kepada
mereka dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Mensyukuri.” [Fâthir/ 35:29-30]
Orang-orang yang membaca
kitabullâh akan mendapatkan keutamaan yang besar. Mereka juga tidak
meninggalkan membaca sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam
memahaminya karena Alqur’ân dan Sunnah keduanya tidak bisa di pisahkan.
Syaikh Muhammad bin Shalih
al Utsaimin rahimahullah berkata: “Membaca Alqur’ân itu terbagi menjadi dua:
Pertama adalah tilâwah
hukmiyyah yakni membenarkan beritanya, menerapkan hukum-hukumnya dengan
mengerjakan perintah dan menjauhi larangannya.
Kedua adalah tilâwah
lafdziyah yakni sekedar membacanya, dan telah terdapat dalil yang banyak dalam
keutamaan membaca Alqur’ân ini, baik membaca secara keseluruhan atau sebagian
ayat-ayat tertentu saja.[3]
7. Adab-Adab Dalam Membaca
Alqur’ân.
Ketika kaum muslimin gemar
membaca Alqur’ân dan sibuk mempelajarinya, maka sudah selayaknya mereka
mengetahui etika dan adab dalam bermuamalah dengan Kitâbullâh.
Di antara adab-adab dalam
membaca Alqur’ân adalah:
a). Membaca dengan niat yang
ikhlas.
Membaca Alqur’ân adalah
ibadah yang mulia. Maka, disyaratkan untuk mengikhlaskan niat hanya mencari
wajah Allah Azza wa Jalla. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِقْرَأُوْا القرُآنَ وَابْتَغُوْا
بِهِ وَجْهَ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَ قَوْمٌ يُقِيْمُوْنَهُ
إِقَامَةً الْقَدَحِ يَتَعَجَّلُوْنَهُ وَلاَ يَتَأَجَّلُوْنَهُ
“Bacalah Alqur’ân dan
carilah dengannya wajah Allah Azza wa Jalla, sebelum datang satu kaum yang
menegakkannya seperti melepaskan anak panah (membaca dengan cepat); mereka
tergesa-gesa dan tidak mengharapkan pahala akherat”. [HR Ahmad]
Imam Nawawi rahimahullah
berkata: “Makna hadits ini adalah mereka tergesa-gesa dengan upahnya yang
berupa uang atau agar terkenal dan semisalnya”.[4]
b). Membaca dengan menghadirkan
hati, menghayati apa yang dibaca dan berusaha memahami maknanya.
c). Membaca dalam keadaan
berwudhu’, karena hal ini lebih memuliakan Kalâmullah
d). Tidak membacanya di
tempat yang kotor dan najis atau di tempat yang bising sehingga tidak mungkin
dia mendengar bacaannya dengan baik, karena ini berarti merendahkan Kalâmullah.
e). Hendaknya membaca
ta’awwudz; A’ûdzu billâhi minasy syaithânir rajîm atau ta’awwudz yang lain
sebelum mulai membacanya
f). Hendaknya memperbagus
suaranya.
g). Hendaknya membaca dengan
tartil.
h). Melakukan sujud tilawah
ketika melewati ayat-ayat sajdah (ayat-ayat yang dianjurkan untuk sujud ketika
membacanya).
8. Penutup
Kitab maulid Barasanji
ternyata dipenuhi dengan kemungkaran aqidah di dalamnya. Dan tidak selayaknya
kaum muslimin asyik membacanya dalam keadaan apapun, apalagi sebagian besar di
antara mereka tidak memahami apa yang mereka baca. Perayaan maulid nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak disyari’atkan dalam agama kita bahkan
termasuk perbuatan bid’ah. Maka, ajakan kami hendaknya kaum muslimin semuanya
kembali kepada ajaran Islam yang murni dengan berpegang kepada Alqur’ân dan
Sunnah di atas pemahaman salaful ummah dan istiqamah hingga wafat menjemput
kita. Semoga Allah Azza wa Jalla ridha terhadap kita.
Footnote
[1]. Al istighâtsah fî
ar-rad ‘ala Al bakri, cet maktabah dual minhaj hal 23
[2]. Tafsîr as-Sa’di, cet.
Muassasah ar Risâlah hal 112
[3]. Majâlis Syahri
Ramadhân, cet. ar Riasah al Ammah hal 28
[4]. At Tibyân fî Adâbi
Hamalatil Qur’ân, cet. Maktabah Ibnu Abbas -Yaman hal 68
EmoticonEmoticon