Baca Juga Tradisi Syirik Pada Valentine Day Yang Harus Anda Ketahui
Mi-Media-Islam – Dakwah.id -
Apa ada dalam buku sejarah Islam kisah tentang asal-usul valentine’s day? Sudah
pasti tidak ada. Valentine day adalah produk budaya bangsa penyembah dewa.
Valentine day bukan adat islami, bukan pula syariat yang ada dalilnya.
Valentine day adalah produk
budaya masyarakat paganis di masa lampau. Jika ditelusuri sejarahnya, ditemukan
beberapa versi cerita yang semuanya sangat tidak relevan dengan gaya hidup
seorang muslim, justru malah bertentangan.
Di antara sekian banyak
versi, versi yang paling populer sebagai sejarah valentine day adalah festival
Lupercalia. Festival Lupercalia adalah festival yang diadakan oleh kerajaan
Romawi sekitar abad ke-3.
Perayaan festival Lupercalia
dilaksanakan sekitar tanggal 13 hingga tanggal 18 februari. Acara ini diawali
dengan upacara persembahan untuk dewi cinta Juno Februata. Pada 14 Februari
digelar sebuah permainan yang melibatkan para pemuda dan pemudi di wilayah
kerajaan Romawi itu.
Para pemuda mengundi nama
gadis kota dari sebuah kotak kaca. Nama gadis yang terpilih otomatis menjadi
pasangannya selama setahun. Sehari setelahnya para pemuda akan mencambuk
gadisnya dengan menggunakan kulit binatang. Cambukan itu diyakini akan meningkatkan
kesuburan para gadis.
Seiring dengan perkembangan
perayaan itu, penguasa beserta para tokoh agama Romawi mengkombinasikannya
dengan aroma Kristen Katolik yang ssst itu menjadi agama kerajaan.
Suatu ketika Romawi
menghadapi peperangan yang menyebabkan Kaisar Claudius II memerintahkan para
pria dan pemuda untuk ikut bertarung di medan pertempuran. Namun, banyak pemuda
yang berat meninggalkan kekasih dan keluarga mereka.
Menghadapi masalah itu,
Kaisar Claudius II akhirnya membuat peraturan yang berisi larangan menikah bagi
para pemuda. Tentu saja keputusan ini mendapat banyak pertentangan keras dari
berbagai pihak. Salah satunya adalah dari pastor Valentine.
Valentine masih tetap
menjalankan upacara pernikahan pasangan yang datang kepadanya secara sembunyi
sembunyi. Kaisar Claudius II pun murka, ia memerintahkan untuk menangkap
Valentine dan memenggal kepalanya.
Akhirnya pastor Valentine
wafat tepat di tanggal 14 Februari tahun 270 Masehi. Dalam rangka mengenang
kematiannya, nama Festival Lupercalia pun berganti nama menjadi Festival
Valentine. Dan saat ini viral dengan istilah Valentine’s Day. (Disadur dari
berbagai sumber)
Bagaimanapun versi sejarah
valentine’s day, bagi umat Islam seluruh pemaparan sejarah yang bervariasi itu
memiliki satu substansi: Valentine Day bukan adat Islam, bukan pula bagian dari
syariat Islam. Valentine day adalah produk budaya penyembah dewa.
Masyarakat muslim harus
pintar-pintar mengambil sikap terhadap trend, budaya, adat, dan kebiasaan yang
berasal dari luar Islam. Jika itu bertentangan dengan nilai-nilai syariat
Islam, maka harus dijauhi. Kenapa? Karena mempraktikannya hanya akan membuat
pribadi seorang muslim semakin jauh dari ajaran syariat Islam.
Bahkan, Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam sudah memberikan peringatan mengenai kebiasaan
meniru budaya di luar Islam. Beliau bersabda,
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ
مِنْهُمْ
“Barangsiapa yang menyerupai
suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.” (HR. Ahmad 2/50 dan Abu Daud
no. 4031. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih, Irwa’ul Ghalil
no. 1269)
Tindakan meniru tradisi dan
budaya selain Islam disebut dengan istilah Tasyabbuh. Dalam hal ini, budaya
Valentine Day sudah jelas-jelas budaya asing yang sangat merusak generasi muda
Islam.
Trend meniru budaya atau
tasyabbuh terhadap valentine Day ini akan merusak moral generasi muda Islam
secara pelan-pelan. Trend ikut-ikutan merayakan Valentine Day ini harus
dihilangkan secara total sebelum jatuh korban perusakan moral lebih banyak
lagi. Oleh sebab itulah trend Tasyabbuh dalam Islam itu dilarang. Banyak ulama
yang menjelaskan tentang ini.
Syaikh Ibnu Taimiyah
menyatakan,
أَنَّ الْمُشَابَهَةَ فِي الْأُمُورِ
الظَّاهِرَةِ تُورِثُ تَنَاسُبًا وَتَشَابُهًا فِي الْأَخْلَاقِ وَالْأَعْمَالِ وَلِهَذَا
نُهِينَا عَنْ مُشَابَهَةِ الْكُفَّارِ
“Penyerupaan dalam perkara
lahiriyah bisa berpengaruh pada keserupaan dalam akhlak dan amalan. Oleh karena
itu, kita dilarang menyerupai (tasyabbuh) dengan orang kafir.” (Majmu’
al-Fatawa, Syaikh Ibnu Taimiyah, 22/154)
Syaikh Muhammad bin Shalih
al-Utsaimin Rahimahullah menasehati,
عَلَى الْمُسْلِمِ أَنْ يَكُوْنَ
عَزِيْزًا بِدِيْنِهِ وَأَنْ لَا يَكُوْنَ إِمَّعَةً يَتَّبِعُ كُلَ نَاعِقٍ
Seorang muslim itu
semestinya cukup merasa mulia dengan agamanya, jangan menjadi Imma’ah yang suka
ikut-ikutan teriakan yang ada. (Majmu’ Fatawa, Syaikh Ibnu Utsaimin, 16/199,
Imma’ah: membebek) Wallahu a’lam.
Semoga apa yang media islam
sampaikan ini dapat memberikan manfaat untuk kita semua.
EmoticonEmoticon