Mengkhususkan malam-malam
bulan Rabi’ul Awal atau sebagian malam untuk mengadakan acara-acara perayaan
Maulid Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam itu tidak boleh menurut Syara’. Hal
itu didasarkan pada hal-hal sebagai berikut :
1. Acara itu adalah bid’ah
yang di ciptakan di dalam agama. Karena tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, Khulafa’ Ar-Rasyidin, para Sahabat maupun para
Tabi’in. Sementara mereka adalah orang-orang yang lebih tahu tentang Sunnah
Rasul, lebih mencintai Rasulullah, dan lebih istiqamah dalam mengikuti syari’atnya
di banding generasi sesudahnya. Sehingga kita perlu mengikuti apa yang mereka
lakukan. Andai acara-acara semacam itu baik, niscaya mereka lebih dulu
melakukannya sebelum kita.
2. Banyak sekali ayat-ayat
Al-Qur’an dan Hadist-Hadist Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam yang mewajibkan
kita mentaati Rasulullah, memegang teguh Sunnahnya, dan melarang kita
menciptakan bid’ah di dalam agama.
3. Allah Subahanahu Wata’ala
telah menyempurnakan agama ini untuk kita dan Rasululah pun telah
menyampaikannya secara nyata. Dus, menciptakan acara peringatan maulid semacam
itu, secara tersirat menunjukkan bahwa Allah belum menyempurnakan agama ini.
Dan juga menunjukkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam belum
menyampaikan apa yang diturunkan Allah kepadanya. Sampai orang-orang belakangan
setelah era generasi utama berlalu datang dan menciptakan hal baru di dalam
agama Allah yang tidak pernah dia Izinkan. Mereka mengira bahwa hal baru itu
dapat mendekatkan mereka kepada Allah. Tindakan ini cukup layak dianggap sebagai
pembangkangan terhadap Allah. Pelecehan terhadap Syari’atNya, dan kecurigaan
terhadap Rasulullah dalam menyampaikannya.
4. Mengadakan acara-acara
semacam ini adalah penyimpangan dari jalur kebenaran dan menyerupakan diri
dengan orang-orang kafir dari kalangan Ahli Kitab dalam merayakan hari raya
mereka. Padahal kita telah dilarang menyerupakan diri kita dengan mereka.
5. Masalah ibadah adalah
tauqifiyah (dogmatis). Tidak ada seorang pun yang berhak menciptakan syari’at
baru dalam konteks ini. Ibadah yang dibenarkan menurut syari’at ialah ibadah
yang telah diperintahkan oleh Allah dan RasulNya. Allah berfirman :
أَمْ لَهُمْ شُرَكَآؤُاْ شَرَعُوا
لَهُم مِّنَ الدِّينِ مَالَمْ يَأْذَن بِهِ اللهُ
Apakah mereka mempunyai
sembahan-sembahan selain Allah yang mensyari’atkan untuk mereka agama yang
tidak diizinkan oleh Allah. (QS. Asy-Syura :21)
6. Kaidah-kaidah syari’at dan tujuan-tujuan
agama menolak acara-acara semacam itu. Karena salah satu kaidah yang ditetapkan
di dalam syari’at menyatakan bahwa sesuatu yang diperselisihkan orang harus
dikembalikan kepada Al-Kitab dan As-Sunnah. Dalam hal ini, kita telah
mengembalikannya kesana. Ternyata kita menemukan larangan terhadap acara-acara
semacam itu. Begitu juga kaidah sadduz dzari’ah( menutup akses menuju perbuatan
dosa) dan kaidah izalatul dharar (menghilangkan mudharat). Dan mudharat
terbesar adalah mudharat di dalam agama. Di samping kemungkinan-kemungkinan
yang terdapat di dalamnya. Yang paling besar adalah menyekutukan Allah,
memanjatkan do’a kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Meminta
dipenuhinya kebutuhan dan dilenyapkannya kesulitan, dan membaca kasidah-kasidah
(syair-syair) yang bermuatan syirik untuk memuji-memuji Nabi secara berlebihan.
Selain itu juga terjadi pembauran antara lawan jenis, membelanjakan harta
secara berlebihan dan sia-sia. Menyuarakan kata-kata yang tidak berguna dengan
suara yang keras. Padahal bulan kelahiran Rasulullah adalah bulan kematian
beliau juga. Jadi, bersuka cita pada bulan itu tidak lebih pantas dari pada
berduka cita.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
Rahimahullah berkata : ‘Menetapkan waktu tertentu untuk ibadah di luar
waktu-waktu yang telah ditetapkan oleh syara’, seperti menetapkan sebagian
malam bulan Raabi’ul Awal yang dikenal dengan ‘’Malam Maulid’’ untuk beribadah
termasuk bid’ah, yang tidak pernah dianjurkan dan dilakukan oleh generasi Salaf
yang Shalih.
Beliau juga mengatakan : Hal
itu tidak pernah dilakuakan oleh generasi Salaf, kendati ada alasan untuk itu
dan tidak ada halangan untuk melakukannya. Andaikata perbuatan ini adalah
kebajiakan yang murni atau unggul, niscaya generasi salaf itu lebih berhak
melakukannya di banding kita. Karena mereka lebih mencintai dan lebih
menghormati Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam di banding kita. Dan mereka
memiliki komitmen yang lebih kuat terhadap kebajikan.
Dan beliau berkata: adapun
membuat acara maulid yang diisi dengan nyanyian, tarian dan lain-lain, tidak
seorangpun ulama dan ahli iman yang ragu untuk menyebutnya sebagai kemungkaran
yang dilarang. Dan tidak ada yang menganjurkan hal itu selain orang yang bodoh
dan orang zindiq.
Ayyuhal muslimun ! Terakhir,
anda harus tahu bahwa orang-orang yang melakukan praktik-praktik bid’ah semacam
itu, dapat diklasifikasikan menjadi tiga golongan.
Pertama : Orang-orang bodoh
yang suka bertaklid (meniru) lisanul hal mereka mengatakan : ‘‘ kami melihat
orang-orang melakukan sesuatu maka kami pun melakukannya’’. Dan ini cukup
membuatnya tersesat. Dalam konteks inilah Allah berfirman,
إِنَّا وَجَدْنَآ ءَابَآءَنَا
عَلَى أُمَّةٍ وَإِنَّا عَلَى ءَاثَارِهِم مُّقْتَدُونَ
“Sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak
kami menganut suatu agama dan sesungguhnya kami adalah pengikut jejak-jejak
mereka”. (QS. Az-Zuhruf :23)
Kedua : Orang yang mencari
keuntungan ekonomi dan sesuap nasi. Mereka ingin memuaskan syahwat mereka di
balik acara-acara tersebut dengan makan-makan, minum-minum, bersenda gurau,
bermain-main dan berkumpul secara batil.
Ketiga : Penganjur keburukan
dan kesesatan yang ingin merusak Islam, mamalingkan orang dari Sunnah dan
menyibukkannya dengan bid’ah dan khurafat.
Jadi, bertakwalah kepada
Allah, wahai sekalian Umat Islam. Sampai kapankah anda terombang-ambing oleh
kebatilan dan kesesatan semacam itu ? Sampai kapankah anda akan terus
menciptakan hal baru dan mengadakan perubahan di dalam agama Allah ? Mana rasa
cemburu anda terhadap akidah tauhid ? Mana semangat anda untuk berpegang teguh
pada Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alihi Wasallam ? Inna lillahi wainna ilaihi
raji’un.
« بَدَأَ الإِسْلاَمُ غَرِيبًا
وَسَيَعُودُ كَمَا بَدَأَ غَرِيبًا فَطُوبَى لِلْغُرَبَاءِ ».
‘‘ Sesungguhnya Islam bermula sebagai sesuatu
yang asing dan akan kembali menjadi sesuatu yang asing sebagaimana mulanya.
Maka beruntunglah orang-orang yang asing’’. (HR. Muslim, 145 dan Abu Ya’la,
619)
(Dikutip secara ringkas dari
buku : Kumpulan Khutbah Jum’at Pilihan Setahun Edisi pertama, ElBA Al-Fitrah,
Surabaya) alsofwa.com
(nahimunkar.org)
EmoticonEmoticon